Sulung atau ‘mbarep’ adalah sebutan untuk anak pertama. Pasti ada jutaan sulung di luar sana. Aku, salah satunya. Sulung selalu dianggap menampung. Menampung kisah keluarga dari titik nol hingga sepuluh. Menampung keluh sebagai telinga terdekat dari orang tua. Menampung ‘tudingan’ kesalahan-kesalahan kecil adik-adiknya. Menampung tanggung jawab paling besar. Menampung kepercayaan paling utama. Bahkan, hingga menampung tangisnya sendiri, agar tidak disangka lemah oleh adik-adik yang berlindung kepadanya.
Aku sendiri pernah iri. Iri dengan adik yang selalu menerima semua inginnya. Iri karena harus mengalah. Iri karena menjadi sulung harus lebih mengerti. Iri, mengapa yang lain tidak. Tapi semua itu hanya selebat pikiran di masa kecil. Di saat sulung belum menemukan jati dirinya.
Di saat aku mulai menyadari, memahami, belajar, kemudian justru aku merasa paling bahagia menjadi sulung. Atas kehadiran dua orang adik yang sering menyebalkan tapi begitu menyentuh ketika di suatu waktu mereka menyandarkan lelah atau kisah pilunya pada seorang sulung.
Sulung, tengah, ataupun bungsu, semua ada untuk saling menyayangi atau mengambil peran penting dalam keluarganya dengan caranya masing-masing. Bahkan seorang anak tunggal pun. Setiap anak tentu merupakan anugerah bagi setiap orang tua. Namun satu hal, menjadi anak pertama yang dilahirkan, menjadi suatu kebanggaan: dilimpahi oleh ayah dan ibunya sambutan kebahagiaan tak terhingga saat kelahirannya.
Selamat malam.
(pic source: pinterest)
Komentar
Posting Komentar