Langsung ke konten utama

Dia Hanya Tidak Tahu


Mungkin dia hanya tak mengenal ketulusan mengenai sabarnya menunggu. 
Dia tak mendengar doa yang Tuhan sampaikan padanya. 
Dia tak melihat mata yang mencari keberadaannya. 
Dia tak menyadari degup jantung yang melaju yang ada di dekatnya. 
Dia hanya tidak tau semua itu. 
Dia tak pernah mengerti itu. 
Tak akan. 
Belum habis ketidaktauannya itu dia sudah menyadari kehadiran yang lain. 
Dia menemukan bunga hatinya, yang harumnya menenggelamkan kesemuan yang tidak dia ketahui itu. 
Hingga aku yang tetap dalam semu telah memendam ini dalam semakin memendamnya di kedalaman yang tak lagi terukur. 
Semakin melihatmu bahagia semakin malu aku dengan diriku yang pernah menghalangimu menemukan kebahagiaan sejatimu. 
Semakin dalam lagi kesemuan itu. 
Apa yang kulakukan adalah segala hal yang tak telihat olehmu. 
Benar adanya bahwa mereka berpikir dengan rasio dan logika. 
Hanya aku yang tak menyadarinya. Hanya aku yg terlalu berani melangkah tanpa memastikan jalan pulangku. 
Aku terlalu percaya terhadap apa yang bahkan tidak pernah menjanjikanku apa apa. 

Aku dan kehampaan ini, tentang diriku dan jejak yang kubuat sendiri yang ku kira akan menuntunmu datang tanpa menghiraukan hujan yang mampu menghapusnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Notes #1

  Adakah yang lebih sendu dari malam temaram yang kau nikmati bersama gugusan bintang? Tanpa secangkir kopi. Sendu yang dingin karena angin menertawai kehampaanmu. Melihat bayang-bayang gerak benda yang senada dengan lagu yang kau putar sekarang. Lagu sendu pula. Dirimu yg diliputi perasaan sedih tanpa tahu apa yang sedang terjadi. Kau menatap langit yang tak kunjung menjelaskan kepadamu. Tapi setidaknya kau tahu cahaya lembut rembulan mengisyaratkan kau untuk tetap tenang. Tanpa lagi merasa risau. Pejamkanlah matamu dan melayanglah menujunya. 06/09/2017 nazifaal_amin Pict source: https://themighty.com/wp-content/uploads/2016/11/ThinkstockPhotos-503458062-640x213.jpg?v=1478201713

Sulung

Sulung atau ‘mbarep’ adalah sebutan untuk anak pertama. Pasti ada jutaan sulung di luar sana. Aku, salah satunya. Sulung selalu dianggap menampung. Menampung kisah keluarga dari titik nol hingga sepuluh. Menampung keluh sebagai telinga terdekat dari orang tua. Menampung ‘tudingan’ kesalahan-kesalahan kecil adik-adiknya. Menampung tanggung jawab paling besar. Menampung kepercayaan paling utama. Bahkan, hingga menampung tangisnya sendiri, agar tidak disangka lemah oleh adik-adik yang berlindung kepadanya.  Aku sendiri pernah iri. Iri dengan adik yang selalu menerima semua inginnya. Iri karena harus mengalah. Iri karena menjadi sulung harus lebih mengerti. Iri, mengapa yang lain tidak. Tapi semua itu hanya selebat pikiran di masa kecil. Di saat sulung belum menemukan jati dirinya.  Di saat aku mulai menyadari, memahami, belajar, kemudian justru aku merasa paling bahagia menjadi sulung. Atas kehadiran dua orang adik yang sering menyebalkan tapi begitu menyentuh ketika di suatu wak...

Ter- olehmu

Tertegun. Tersanjung. Tersenyum. Terbuai. Tersipu. Terhanyut. Terbiasa. Terdiam. Terantuk. Teraduh. Terpeleset. Tersungkur. Terjebak. Tertepikan. Tersisihkan. Tertinggalkan. Terhindarkan. Terasingkan. Tergantikan. Terlupakan. dan aku kini: Tertawa (pic source: pinterest)