Sulung atau ‘mbarep’ adalah sebutan untuk anak pertama. Pasti ada jutaan sulung di luar sana. Aku, salah satunya. Sulung selalu dianggap menampung. Menampung kisah keluarga dari titik nol hingga sepuluh. Menampung keluh sebagai telinga terdekat dari orang tua. Menampung ‘tudingan’ kesalahan-kesalahan kecil adik-adiknya. Menampung tanggung jawab paling besar. Menampung kepercayaan paling utama. Bahkan, hingga menampung tangisnya sendiri, agar tidak disangka lemah oleh adik-adik yang berlindung kepadanya. Aku sendiri pernah iri. Iri dengan adik yang selalu menerima semua inginnya. Iri karena harus mengalah. Iri karena menjadi sulung harus lebih mengerti. Iri, mengapa yang lain tidak. Tapi semua itu hanya selebat pikiran di masa kecil. Di saat sulung belum menemukan jati dirinya. Di saat aku mulai menyadari, memahami, belajar, kemudian justru aku merasa paling bahagia menjadi sulung. Atas kehadiran dua orang adik yang sering menyebalkan tapi begitu menyentuh ketika di suatu waktu mereka