Langsung ke konten utama

Tingkatan Ikhlas

Menurut Ibnu Ujaibah, terdapat tiga tingkatan  dalam ikhlas, ikhlas orang awam, ikhlas orang khawwash, dan ikhlas orang khawwa-shulkhawwash. Ikhlas orang awam adalah mengesampingkan makhluk dari muamalah dengan Tuhan seraya memohon ganjaran duniawi dan ukhrawi , seperti pemeliharaan badan, harta, serta rezeki yang luas, rumah dan bidadari. Ikhlas orang khawwash adalah memohon ganjaran ukhrawi tanpa duniawi. Sedangkan ikhlasnya orang khawwashul-khawwash adalah mengesampingkan kedua jeis ganjaran di atas. Ibadahnya semata-mata hanya untuk mwujudkan penghambaan dan melaksanakan tugas-tugas penghambaan sebagai wujud rasa cinta dan rindu untuk melihat-Nya.

Kaum sufi sudan termasuk ke dalam tingkatan tertinggi dalam ikhlas. Mereka tidak mengharapkan hal-hal duniawi maupun ukhrawi, namun benar-benar hanya sebagai wujud rasa cinta mereka kepada Allah. Hal ini bukan berarti mereka meremehkan adanya surga dan neraka Allah, namun dengan cinta mereka kepada Allah mereka akan terus beribadah sekalipun tidak diciptakannya surga dan neraka. Bukan pula berarti bahwa manusia yang beribadah dengan mengharapkan ganjaran merupakan sesuatu yang salah, namun tingkatan mereka lebih rendah daripada mereka yang ikhlas beribadah tanpa mengharapkan sesuatu apapun dari Allah. Kaum sufi pun ada yang mengharapkan masuk surga, tetapi tidak karena kenikmatan yang ditawarkan oleh surga. Mereka mengharapkan surga agar dapat bertemu  dengan Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Notes #1

  Adakah yang lebih sendu dari malam temaram yang kau nikmati bersama gugusan bintang? Tanpa secangkir kopi. Sendu yang dingin karena angin menertawai kehampaanmu. Melihat bayang-bayang gerak benda yang senada dengan lagu yang kau putar sekarang. Lagu sendu pula. Dirimu yg diliputi perasaan sedih tanpa tahu apa yang sedang terjadi. Kau menatap langit yang tak kunjung menjelaskan kepadamu. Tapi setidaknya kau tahu cahaya lembut rembulan mengisyaratkan kau untuk tetap tenang. Tanpa lagi merasa risau. Pejamkanlah matamu dan melayanglah menujunya. 06/09/2017 nazifaal_amin Pict source: https://themighty.com/wp-content/uploads/2016/11/ThinkstockPhotos-503458062-640x213.jpg?v=1478201713

Sulung

Sulung atau ‘mbarep’ adalah sebutan untuk anak pertama. Pasti ada jutaan sulung di luar sana. Aku, salah satunya. Sulung selalu dianggap menampung. Menampung kisah keluarga dari titik nol hingga sepuluh. Menampung keluh sebagai telinga terdekat dari orang tua. Menampung ‘tudingan’ kesalahan-kesalahan kecil adik-adiknya. Menampung tanggung jawab paling besar. Menampung kepercayaan paling utama. Bahkan, hingga menampung tangisnya sendiri, agar tidak disangka lemah oleh adik-adik yang berlindung kepadanya.  Aku sendiri pernah iri. Iri dengan adik yang selalu menerima semua inginnya. Iri karena harus mengalah. Iri karena menjadi sulung harus lebih mengerti. Iri, mengapa yang lain tidak. Tapi semua itu hanya selebat pikiran di masa kecil. Di saat sulung belum menemukan jati dirinya.  Di saat aku mulai menyadari, memahami, belajar, kemudian justru aku merasa paling bahagia menjadi sulung. Atas kehadiran dua orang adik yang sering menyebalkan tapi begitu menyentuh ketika di suatu wak...

Ter- olehmu

Tertegun. Tersanjung. Tersenyum. Terbuai. Tersipu. Terhanyut. Terbiasa. Terdiam. Terantuk. Teraduh. Terpeleset. Tersungkur. Terjebak. Tertepikan. Tersisihkan. Tertinggalkan. Terhindarkan. Terasingkan. Tergantikan. Terlupakan. dan aku kini: Tertawa (pic source: pinterest)