Langsung ke konten utama

Ikhlas dengan Takdir


Bagaimana cara ikhlas dengan takdir? Nikmati dulu prosesnya.

Setiap manusia telah tercatat memiliki kisah hidup dan matinya hingga kehidupan setelah matinya masing-masing. Seringkali kita mendengar bahwa sebagai manusia kita harus bisa menerima bagaimana Allah membuat skenario untuk kita. Kalimat yang tidak asing didengar. Tapi benarkah realisasi dari kalimat tersebut semudah bagaimana kita semua mengucapkannya?

Takdir adalah sesuatu yang sudah pasti akan terjadi pada diri kita. Tidak bisa diutak-atik sekehendak hati. Namun bukan berarti semua yang kita lakukan adalah sia-sia atau kita tak bisa berharap untuk mendapatkan takdir terbaik kita. Takdir dikenal dibagi menjadi dua, takdir yang bisa diubah dan takdir yang benar-benar kita tak sanggup mengalihkan diri darinya (ehehe bahasanya).

Maksud dari takdir bisa diubah bukan berarti bahwa kita bisa semaunya sendiri mengatur jalan hidup kita, mengatur hasil perbuatan kita. Kita hanya bisa mengusahakan untuk yang terbaik. Ingat, terbaik tidak selalu sesuatu yang kita inginkan. Sejatinya Allah lebih tau yang terbaik dan 'pas' untuk kita sekalipun tidak pernah kita terpikirkan untuk melaluinya.

Ketika manusia mendapatkan takdir sesuai dengan harapannya bukan berarti ia harus selesai dengan perjuangannya. Justru ia mendapatkan tantangan baru untuk menjaga takdirnya dan bersyukur. Hidupntidak selesai pada titik ini. Hidup pun akan berputar, maka kebahagiaan sepatutnya tidak berlebihan agar ketika kita terjatuh kita tidak merasakan sakit yang lebih pula.

Nah bagaimana jikalau mendapatkan takdir yang tidak sesuai dengan harapan? Tidak sedikit orang yang tidak bisa menerima takdir yang tidak sesuai dengan kehendaknya itu. Namun ketika dia bisa ikhlas menerima, sabar menjalani, dan percaya bahwa itulah yang terbaik buatnya maka kelak ia akan mengatakan dengan yakin kepada dirinya sendiri bahwa ia sangat bersyukur mendapatkan takdir seperti ini. Terkadang ketika ia tidak mendapatkan apa yang diharapkannya bisa jadi merupakan cerminan dari usaha yang dilakukannya, bukan karena kegagalan yang hakiki. Toh gagal dan berhasil pasti menjadi akhir sesuatu yang tidak mungkin selamanya gagal atau selamanya berhasil.

Hal yang dapat kita gunakan sebagai cara ampuh untuk bertahan dalam ikhlas terhadap takdir adalah jaminan. Janji. Ya. Bukankah Allah telah menjanjikan kepada kita? Untuk berusaha mendapatkan takdir terbaik dan menerima segala kehendak-Nya? Allah mengetahui segala sesuatu yang bahkan batin kita tidak sedikitpun merasakannya. Adakah yang menjamin sesuatu lebih baik dari Allah? Tidak ada, bukan? Jadi untuk apa kita khawatir? Janji-janji Allah sudah jelas. Tinggal bagaimana kita bertahan untuk itu. Mau tetap menahan diri untuk tidak melepaskan genggaman tali yang menuntun kita untuk menjemput takdir 'terbaik' kita. Yakinlah. Allah always has a plan in every part of our life. Allah tidak akan melepaskan begitu saja hambanya yang  menggantungkan harapan kepada-Nya. Pun ketika hatimu dipatahkan adalah karena Ia menjaga hatimu agar tidak berjalan di jalan yang 'tidak seharusnya'. 

Bersyukurlah. Berbahagialah. Percayalah Allah menyayangi kita. He still let us enjoy our life eventhough we do all of mistakes. Jadi, masih ragu untuk berjuang bertahan dalam menggenggam pengharapan kepadaNya?

Picture source: https://media.timeout.com/images/100681831/image.jpg


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Notes #1

  Adakah yang lebih sendu dari malam temaram yang kau nikmati bersama gugusan bintang? Tanpa secangkir kopi. Sendu yang dingin karena angin menertawai kehampaanmu. Melihat bayang-bayang gerak benda yang senada dengan lagu yang kau putar sekarang. Lagu sendu pula. Dirimu yg diliputi perasaan sedih tanpa tahu apa yang sedang terjadi. Kau menatap langit yang tak kunjung menjelaskan kepadamu. Tapi setidaknya kau tahu cahaya lembut rembulan mengisyaratkan kau untuk tetap tenang. Tanpa lagi merasa risau. Pejamkanlah matamu dan melayanglah menujunya. 06/09/2017 nazifaal_amin Pict source: https://themighty.com/wp-content/uploads/2016/11/ThinkstockPhotos-503458062-640x213.jpg?v=1478201713

Sulung

Sulung atau ‘mbarep’ adalah sebutan untuk anak pertama. Pasti ada jutaan sulung di luar sana. Aku, salah satunya. Sulung selalu dianggap menampung. Menampung kisah keluarga dari titik nol hingga sepuluh. Menampung keluh sebagai telinga terdekat dari orang tua. Menampung ‘tudingan’ kesalahan-kesalahan kecil adik-adiknya. Menampung tanggung jawab paling besar. Menampung kepercayaan paling utama. Bahkan, hingga menampung tangisnya sendiri, agar tidak disangka lemah oleh adik-adik yang berlindung kepadanya.  Aku sendiri pernah iri. Iri dengan adik yang selalu menerima semua inginnya. Iri karena harus mengalah. Iri karena menjadi sulung harus lebih mengerti. Iri, mengapa yang lain tidak. Tapi semua itu hanya selebat pikiran di masa kecil. Di saat sulung belum menemukan jati dirinya.  Di saat aku mulai menyadari, memahami, belajar, kemudian justru aku merasa paling bahagia menjadi sulung. Atas kehadiran dua orang adik yang sering menyebalkan tapi begitu menyentuh ketika di suatu wak...

Ter- olehmu

Tertegun. Tersanjung. Tersenyum. Terbuai. Tersipu. Terhanyut. Terbiasa. Terdiam. Terantuk. Teraduh. Terpeleset. Tersungkur. Terjebak. Tertepikan. Tersisihkan. Tertinggalkan. Terhindarkan. Terasingkan. Tergantikan. Terlupakan. dan aku kini: Tertawa (pic source: pinterest)